Penulis : Syaikh Ahmad Musthofa Al-Maroghi
Muhaqqiq : -
Penerbit : Musthofa Al-Babi Al-Halabi, Kairo - Mesir
Cetakan : Pertama
Tahun terbit : 1946
Juz 6 Juz 7 Juz 8 Juz 9 Juz 10 Juz 11 Juz 12 Juz 13 Juz 14 Juz 15 Juz 16 Juz 17 Juz 18 Juz 19 Juz 20 Juz 21 Juz 22 Juz 23 Juz 24 Juz 25 Juz 26 Juz 27 Juz 28 Juz 29 Juz 30
Tafsir al-Maraghi
merupakan hasil keuletan dan kerja keras Ahmad Musthafa al-Maraghi
selama kurang lebih 10 tahun, dari tahun 1940-1950 M. Ketika malam telah
bergeser pada paruh terakhir kira-kira Jam 3.00, al-Maraghi memulai
aktifitasnya dengan shalat tahajjud dan hajat seraya berdoa memohon
petunjuk dari Allah, lalu dilanjutkan dengan menulis tafsir ayat demi
ayat. Pekerjaan itu diistirahatkan ketika berangkat kerja. Setelah
pulang ia tidak istirahat sebagaimana orang lain pada umumnya, melainkan
ia melanjutkan tulisannya yang kadang-kadang sampai jauh malam.
Demikianlah aktifitas al-Maraghi selama sepuluh tahun dalam menggoreskan
tinta emas, sehingga lahir sebuah tafsir yang menghiasi etalase
perpustakaan Islam di berbagai negara muslim dewasa ini.
Penulisan
tafsir ini tidak terlepas dari rasa tanggungjawab Al-Maraghi sebagai
salah seorang ulama tafsir yang melihat begitu banyak problema yang
membutuhkan pemecahan dalam masyarakatnya. Ia merasa terpanggil untuk
menawarkan berbagai solusi berdasarkan dalil-dalil Qur’ani sebagai
alternatif. Maka dari itu, tidak mengherankan apabila tafsir yang lahir
dari tangannya tampil dengan gaya modern, yaitu disesuaikan dengan
kondisi masyarakat yang sudah maju dan modern, seperti dituturkan oleh
al-Maraghi sendiri dalam pembukaan tafsirnya.
Dari
sudut metodologi, al-Maraghi mengembangkan metode baru. Bagi sebagian
pengamat tafsir, al-Maraghi adalah mufassir yang pertama kali
memperkenalkan metode tafsir yang memisahkan antara "uraian global" dan
"uraian rincian", sehingga penjelasan ayat-ayat di dalamnya dibagi
menjadi dua kategori, yaitu ma’na ijmāli dan ma’na tahlīli.
Kemudian,
dari segi sumber yang digunakan selain menggunakan ayat dan atsar,
al-Maraghi juga menggunakan ra’yi sebagai sumber dalam menafsirkan
ayat-ayat. Namun perlu diketahui, penafsirannya yang bersumber dari
riwayat (relatif) terpelihara dari riwayat yang lemah dan susah diterima
akal atau tidak didukung oleh bukti-bukti secara ilmiah. Hal ini
diungkapkan oleh beliau sendiri pada muqaddimahnya:
"Maka
dari itu kami tidak perlu menghadirkan riwayat-riwayat kecuali riwayat
tersebut dapat diterima dan dibenarkan oleh ilmu pengetahuan. Dan, kami
tidak melihat di sana hal-hal yang menyimpang dari permasalahan agama
yang tidak diperselisihkan lagi oleh para ahli. Dan, menurut kami, yang
demikian itu lebih selamat untuk menafsirkan kitabullah serta lebih
menarik hati orang-orang yang berkebudayaan ilmiah yang tidak bisa puas
kecuali dengan bukti-bukti dan dalil-dalil, serta cahaya pengetahuan
yang benar".
Ungkapan
al-Maraghi di atas menegaskan bahwa riwayat-riwayat yang dijadikan
sebagai penjelas terhadap ayat-ayat Al-Qur'an adalah riwayat yang
shahih, dalam arti yang dapat digunakan sebagai hujjah, di samping
menggunakan kaidah bahasa Arab, dengan analisis ilmiah yang disokong
oleh pengalaman pribadi sebagai insan akademis dan pandangan para
cendekiawan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ini berarti dilihat
dari sumbernya Al-Maraghi menggunakan naql dan ‘aql secara berimbang
dalam menyusun tafsirnya.
Secara deskriptif sistematika dan langkah-langkah yang digunakan dalam tafsir ini adalah sebagai berikut:
1.
Menyebutkan satu, dua, atau sekelompok ayat yang akan ditafsirkan;
Pengelompokan ini kelihatannya dilakukan dengan melihat kesatuan inti
atau pokok bahasan. Ayat-ayat ini diurut menurut tertib ayat mulai dari
surah al-Fātihah sampai surah an-Nās.
2.
Penjelasan kosa kata (syarh al-mufradāt); Setelah menyebutkan satu,
dua, atau sekelompok ayat, al-Maraghi melanjutkannya dengan menjelaskan
beberapa kosa kata yang sukar menurut ukurannya. Dengan demikian, tidak
semua kosa kata dalam sebuah ayat dijelaskan melainkan dipilih beberapa
kata yang bersifat konotatif atau sulit bagi pembaca.
3.
Pengertian umum ayat (Ma’na al-Ijmāli); Dalam hal ini, al-Maraghi
berusaha menggambarkan maksud ayat secara global, yang dimaksudkan agar
pembaca sebelum melangkah kepada penafsiran yang lebih rinci dan luas ia
sudah memiliki pandangan umum yang dapat digunakan sebagai asumsi dasar
dalam memahami maksud ayat tersebut lebih lanjut. Kelihatannya
pengertian secara ringkas yang diberikan oleh al-Maraghi ini merupakan
keistimewaan dan sesuatu yang baru, di mana sebelumnya tidak ada
mufassir yang melakukan hal serupa.
4.
Penjelasan (al-Īdhāh); Pada langkah terakhir ini, al-Maraghi memberikan
penjelasan yang luas, termasuk menyebutkan asbāb an-Nuzūl jika ada dan
dianggap shahih menurut standar atau kriteria keshahihan riwayat para
ulama. Dalam memberikan penjelasan, kelihatannya Al-Maraghi berusaha
menghindari uraian yang bertele-tele (al-ithnāb), serta menghindari
istilah dan teori ilmu pengetahuan yang sukar dipahami. Penjelasan
tersebut dikemas dengan bahasa yang sederhana, singkat, padat, serta
mudah dipahami dan dicerna oleh akal.
Tafsir al-Maraghi pertama kali diterbitkan pada tahun 1951 di Kairo
yang sudah di translate bahasa indo dong om
ijin downloand min. semoga berkah
tafsir maroghijuz 12 dan 22 sama, mohon koreksi