KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul “Sejarah
Penulisan Hadis”. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada
waktunya.
Tidak
lupa kami sampaikan terimakasih kepada Bapak yang telah
membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan karya ilmiah ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi
baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Tentunya
ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya ilmiah
ini. Karena itu kami berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu
yang berguna bagi kita bersama.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga karya
tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
PENDAHULUAN
Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam
memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa
pra-kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat, dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada
abad ke-2 H.
Perkembangan hadits pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan,
dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadits. Larangan tersebut berdasarkan
kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash al-Qur'an dengan hadits. Selain itu,
juga disebabkan fokus Nabi pada para sahabat yang bisa menulis untuk menulis
al-Qur'an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa Tabi'in Besar. Bahkan
Khalifah Umar ibn Khattab sangat menentang penulisan hadits, begitu juga dengan
Khalifah yang lain. Periodisasi penulisan dan pembukuan hadits secara resmi
dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik-turunnya perkembangan hadits, tak dapat
dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadits memberikan pengaruh yang besar
dalam sejarah peradaban Islam.
PEMBAHASAN
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakan-nya dengan
masa lainnya. Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis
dari Rasul SAW sebagai 'sumber hadis. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada
jarak atau hijab yang dapat menghambat atau mempersulit pertemuannya.
Allah menurunkan al-Quran dan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai
utusan-Nya adalah sebuah paket yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dan apa-apa
yang disampaikannya juga merupakan wahyu. Allah berfirman dalam menggambarkan
kondisi utusan-Nya tersebut.
Artinya : tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang dwahyukan (kepadanya). (QS Al-Najm
(53): 3-4).
Oleh karena itu, tempat-tempat pertemuan di antara kedua belah
pihak sangatlah terbuka dalam banyak kesempatan. Ternpat yang biasa digunakan
Rasul SAW cukup bervariasi, seperti di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika
dalam perjalanan (safar) dan ketika muqim (berada di rumah).2
Melalui tempat-tempat tersebut Rasul SAW menyampai-kan hadis, yang
terkadang disampaikannya melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat
(melalui musyafahah), dan terkadang melalui perbuatan serta taqrirnya yang
disaksikannya oleh mereka (melalui musydhadah).
Menurut riwayat Bukhari, Ibnu Mas'ud pernah bercerita bahwa untuk
tidak melahirkan rasa jenuh di kalangan sahabat, Rasul SAW menyampaikan
hadisnya dengan berbagai cara, se-hingga membuat para sahabat selalu ingin
mengikuti pengaji-annya.
Ada beberapa cara Rasul SAW menyampaikan hadis ke-pada para
sahabat, yaitu:
a. Pertama, melalui para jama'ah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis
al-'Ilmi. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk
menerima hadis, sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri
guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi SAW.Para sahabat
begitu antusias untuk tetap bisa mengikuti kegiatan di majlis ini, ini
ditunjukkannya dengan banyak upaya. Terkadang di antara mereka bergantian
hadir, seperti yang dilaku-kan oleh Umar ibn Khattab. la sewaktu-waktu bergantian
hadir dengan Ibnu Zaid (dari bani Umayah) untuk menghadiri majlis ini, ketika
ia berhalangan hadir. la berkata: "Kalau hari ini aku yang turun atau
pergi, pada hari lainnya ia yang pergi, demikian aku melakukannya."3
Terkadang kepala-kepala suku yang jauh dari Madinah mengirim utusannya ke
majlis ini, untuk kemudi-an mengajarkannya kepada suku mereka sekembalinya dari
sini.
b.
Kedua, dalam banyak
kesempatan Rasul SAW juga me-nyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu,
yang kemu-dian disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terka-dang
ketika ia mewiirudkan hadis, para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja,
baik karena disengaja oleh Rasul SAW sendiri atau secara kebetulan para sahabat
yang hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu orang, seperti hadis-hadis
yang ditulis oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-'Ash. Untuk hal-hal yang sensitif,
seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama
yang menyang-kut hubungan suami isteri), ia sampaikan melalui istri-istrinya.
Begitu juga sikap para sahabat, jika ada hal-hal yang berkaitan dengan soal di
atas, karena segan bertanya kepada Rasul SAW, seringkali ditanyakan melalui
istri-istrinya.
c.
Ketiga, cara lain yang
dilakukan Rasul SAW adalah melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka,
seperti ketika haji wada' danfutuh Makkah.
B. Periode II
Periode kedua sejarah perkembangan hadis, adalah masa sahabat,
khususnya masa Khulafd' Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn
Affan dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengan
40 H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar.
Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada
pemeliharaan dan penyebaran al-Quran, maka periwa-yatan hadis belum begitu
berkembang, dan kelihatannya ber-usaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini
oleh para ulama anggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan Periwayatan
(al-tasabbut wa al-iqlal min al-riwayah).
Para sahabat sesudah Rasul wafat tidak lagi berdiam di kota
madinah. Maka penduduk kota-kota lain pun mulai menerima hadist. Para tabi’in
mempelajari hadist dari para sahabat Dengan demikian mulailah berkembang
riwayat dalam kalangan tabi'in.
Dalam pada itu, riwayat hadits di permulaan masa sahabat itu, masih
terbatas sekali. Disampaikan kepada yang memerlukan saja dan bila pcrlu saja,
belum bersifat pelajaran.
Perkembangan hadits dan membanyakkan riwayatnya, terjadi scsudah
masa Abu Bakr dan 'Umar, yaitu masa 'Utsman dan 'Ali.
Dalam masa khalifah-khalifah Abu Bakr dan 'Umar, periwayatan hadits
belum lagi diluaskan. Beliau-beliau ini mengerahkan minat ummat (sahabat) untuk
menyebarkan Al Qur'an dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam
menerima riwayat-riwayat itu.
Cara sahabat-sahabat Nabi meriwayatkan hadits ada dua :
a.
Adakala dengan lafal asli, yakni menurut lafal yang mereka terima dari
Nabi yang mereka hafal benar lafal dari Nabi itu.
b.
Adakala dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya
bukan lafalnya, karena mereka tidak hafal lafalnya yang asli lagi dari Nabi
SAW.
Memang
mereka meriwayatkan hadits adakala dengan maknanya saja.Yang penting dari
hadits ialah isi. Bahasa dan lafal, boleh disusun dengan kata-kata lain, asal
isinya telah ada dan sama.
B.4. Hadits Di Masa Utsman dan Ali
Di ketika kendali pemerintahan dipegang oleh 'Utsman r.a. dan
dibuka pintu perlawatan kepada para sahabat serta ummat mulai mcmcrlukan sahabat,
istimewa sahabat-sahabat kecil, bergeraklah sahabat-sahabat kecil mengumpulkan
hadits dari sahabat-sahabat besar dan mulailah mereka meninggalkan tempat untuk
mencari hadits.
C. Periode III
C.1. Masa Sahabat Kecil dan Tabi'in Besar (41
H-akhir abad 1 H) (Masa Berkembang dan Meluas Periwayatan Hadits)
Sesudah masa 'Utsman dan 'Ali timbullah usaha yang lebih serius untuk
mencari dan menghafal hadits serta menyebarkannya ke dalam masyarakat luas
dengan mengadakan perlawatan-pcrlawatan untuk mencari hadits.
Pada tahun 17 H tentara Islam mengalahkan Syria dan Iraq. Pada
tahun 20 H mengalahkan Mesir. Pada tahun 21 H mengalahkan Persia. Pada tahun 56
H tentara Islam sampai di Samarkand. Pada tahun 93 H tentara Islam menaklukkan
Spanyol.
Para sahabat berpindah ke tempat-tempat itu. Karenanya kola-kola
itu merupakan perguruan tempat mengajarkan Al Qur'an dan Al Hadits, tempat mengeluarkan
sarjana-sarjana tabi'in hadits.
Di antara tokoh-tokoh tabi'in yang masyhur dalam bidang riwayat:
a. Di Madinah.
1) Said (93),
2) 'Urwah (94),
3) Abu Bakr ibn
Abdu Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam (94),
4) Ubaidullah ibn
Abdullah ibn Utbah, Salim ibn Abdullah ibn Umar,
5) Sulaiman ibn
Yassar,
6) Al Qasim ibn
Muhammad ibn Abu Bakr,
7) NaiT,
8) Az Zuhry,
9) Abul Zinad,
10)
Kharijah ibn Abu Salamah
ibn Abdir Rih«an ibn Auf.
b. DiMakkah.
1) Ikrimah,
2) Atha ibn Abi
Rabah,
3) Abul Zubair
4) Muhammad ibn Muslim.
c. Di Kufah.
1) Asy Sya'by
2) Ibrahim An
Nakha'y
3) 'Alqamah An
Nakha'y
d. Di Bashrah.
1) Al Hasan
2) Muhammad ibn
Sirin
3) Qatadah
e. Di Syam.
1) 'Umar ibn Abdil
Aziz
2) Qabishah ibn
Dzuaib
3) Makhul Ka'bul
Akbar.
f. Di Mesir.
1) Abul Khair Martsad
ibn Abdullah Al Yaziny
2) Yazid ibn
Habib.
g. Di Yaman.
1) Thaus ibn
Kaisan Al Yamany
2) Wahab ibn Munabbih.
Periode ini, disebut: Masa Penulisan dan Pendewanan/Pembukuan
Hadits. Periode keempat ini, dimulai pada masa Pemerintahan Amawiyah kedua
(mulai Khalifah Umar bin Abdul Aziz) sampai akhir Hijry (menjelang akhir masa
dinasti Abbasiyah angkatan pertama ).
Sudah dapat difahamkan bahwa dalam abad pertama Hijrah dari zaman
Rasul, masa Khulafa Rasyidin dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga
akhir abad pertama Hijrah, hadits-hadits itu berpindah dari mulut ke mulut.
Masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hafalannya.
Pada masa itu mereka belum terdorong untuk membukukannya. Hafalan
mereka terkenal kuat. Diakui sejarah kekuatan hafalan para sahabat dan tabi'in
itu.
Di kala kendali khalifah dipegang oleh 'Umar ibn Abdil Aziz yang dinobatkan
dalam tahun 99 H seorang khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan
wara', sehingga beliau dipandang sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima,
tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits. Beliaju sadar bahwa para perawi
yang membendaharakan hadits dalam kepalanya, kian lama kian banyak yang
meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan dikumpulkan dalam
buku-buku (dewan-dewan) hadits dari para perawinya, mungkinlah hadits-hadits
itu akan lenyap dari permukaan bumi dibawa bersama oleh para penghafalnya ke
alam barzakh.
Untuk menghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 1OO H khalifah meminta
kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr ibn Muhammad ibn Amer ibn Haunin (120 H)'
yang menjadi guru Ma'mar, Al Laits, Al Auza'y, Malik, Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi
Dzi'bin supaya membukukan hadits Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang
terkenal, Amrah binti Abdir Rahman ibn Sa'ad ibn Zurarah ibn 'Ades, seorang
ahli fiqih, murid 'Aisyah ra. (20 H = 642 M - 98 H = 716 M atau 106 H = 724 M),
dan hadits-hadits yang ada pada Al Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr Ash Shiddieq
(107 H = 725 M), seorang pemuka tabi'y dan salah seorang fuqaha Madinah yang
tujuh.2 'Umar ibn Abdil Aziz menulis kepada Abu Bakr ibn Hazm, bunyinya:
"Lihat dan periksalah apa yang dapat diperoleh dan hadits
Rasul, lain tulislah karena aku takut akan lenyap iltnu disebabkan meninggalnva
ulama dan jangan anda terima selain dari hadits Rasul SAW. dan hendaklah anda
tebarkan ilmu dan rnengadakan majlis-majlis ilrnu supaya orang yang tidak
mengetahui dapat mengetahuinya, lantaran tidak lenyap iltnu hingga dijadikannya
barang rahasia."
Di samping itu 'Umar mengirimkan surat-suratnya kepada gubcrnur ke
serata wilayah yang di bawah kekuasannya supaya berusaha membukukan hadits yang
ada pada ulama yang diam di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar
yang membukukan hadits atas kemauan khalifah itu, ialah: Abu Dakar Muhammad ibn
Muslim ibn Ubaidillah ibn Syihab az Zuhry, seorang tabi'y yang ahli dalam
urusan fiqih dan hadits. '
Beliau, guru Malik, Al Auza'y, Ma'mar, Al La'its, Ibnu Ishaq, Ibnu
Abi Dzibin.
Inilah ulama besar yang mula-mula membukukan hadits atas anjuran khalifah.
Kitab hadits yang ditulis oleh Ibnu Hazm yang merupakan kitab
hadits yang pertama yang ditulis atas perintah Kepala Negara tidak sampai
kepada kita, tidak terpelihara dengan semestinya.
Dan kitab itu tidak membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah. Membukukan
seluruh hadits yang ada di Madinah itu, dilakukan oleh Al Imam Muhammad ibn
Muslim ibn Syihah Az Zuhry. Yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar
dari ulama-ulama hadits di masanya.
Kemudian dari itu berlomba-lombalah para ulama besar membukukan hadits
atas anjuran Abu Abbas As Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah
Abbasiyah.
Akan tetapi tak dapat diketahui lagi, yang mula-mula membukukan
hadits sesudah Az Zuhry itu, karena ulama-ulama tersebut yang datang sesudah Az
Zuhry seluruhnya semasa.
Para pengumpul pertama hadits yang tercatat sejarah adalah;
a.
Di kota Makkah, Ibnu Juraij (80 H = 669 M - 150 H 767 V).
b.
Di kota Madinah, Ibnu Ishaq (.... H = 151 M .... H = 768 M) Atau
Ibnu Abi Dzi'bin. Atau Malik ibn
Anas (93 H = 703 M - 179 H = 798 M).
c.
Di kota Bashrah, Al Rabi' ibn Shabih (... H =... M -160 H = 777 M). Atau
Hammad ibn Salamah (176 H). Atau
Sa'id ibn Abi Arubah (156 H = 773 M). &*&^
r '&
d.
Di kufah ,SufyanAtsTsaury(l6\}\).
e.
Di Syam, AlAuia'y (156 H).
f.
Di Wasith, HusyaimAl Wasithy (104 H = 772 M -188 H = 804 M).
g.
Di Yaman, Ma'marAl Azdy (95 H = 753 M - 153 H = 770 M).
h.
Di Rei, Jarir Al
Dlabby (110H = 728M-188H = 804M)
i.
Di Khurasan, IbnMubarak(118 = 735 M - 181 H = 797 M).
j.
Di Mesir, Al Laits ibn Sa'ad (175
H).
Semua
ulama besar yang membukukan hadits ini, terdiri dari ahli-ahli abad yang kedua
Hijrah.
Kita menyayangkan kitab Az Zuhry dan Ibnu Juraij itu tidak
diketahui sekarang ini Kitab yang paling tua yang ada di tangan ummat Islam
dewasa ini, ialah Al Muwaththa1 susunan Imam Malik r.a. yang disuruh susun oleh
khalifah Al Manshur di ketika dia pergi naik haji pada tahun 144 H (143 H).
As Sayuthy berkata dalam kitab Tarikhul Khulafa: "Dalam tahun
143 H ulama-ulama Islam mulai membukukan hadits, fiqih dan tafsir.
a. Di Makkah, Ibnu
Juraij.
b. Di Madinah,
Imam Malik.
c. Di Syam, Al
Auza'y (88 H = 707 M - 157 H = 773 M).
d. Di Bashrah,
Ibnu Abi Arubah (156 H = 733 M), dan Hammad (167 H = 789 M).
e. Di Yaman,
Ma'mar Al-Azdy. Di Kufah, Sufyan Ats Tsaury.
Ibnu
Ishaq menyusun kitab Al Maghazi wal Sujar (hadits-hadits yang mengenai Sirah
Rasul SAW.) dan Abu Hanifah menyusun kitab fiqih. Kitab Al Maghazi ini adalah
dasar pokok bagi kitab,-kitab Sirah Nabi.
Abad III H merupakan abad di dalam periode kelima. Di mana, pada
periode ini merupakan periode pemurnian, penyehatan, dan penyempurnaan (ashr
al-tajrid wa al-tashhih wa al-tanqih) yang berlangsung antara awal abad ke-3
sampai akhir abad ke-5 Hijriyah. Atau tepatnya, saat Dinasti Abbasiyah dipegang
oleh khalifah al-Makmun sampai al-Mu’tadir. Pada awal abad III H, adalah masa
dimulainya pembukuan hadits yang semata-mata hadits saja, tidak dicampuri
dengan fatwa sahabat dan fatwa Tabi’in. Akan tetapi mereka tidak memisahkan
hadits-hadits yakni mencampurkan hadits sahih dengan hadits hasan dan dengan
hadits dha’if. Segala hadits yang mereka terima, mereka bukukan dengan tidak
menerangkan kesahihannya, atau kehasanannya, atau kedha’ifannya. Mereka
menyusun kitab-kitab hadits berdasarkan nama-nama orang yang pertama
meriwayatkan hadits itu (Musnad) yaitu Abdullah Ibn Musa al-Abasy al-Kufy,
Musaddad Ibn Musarhad al-Bashry, As’ad Ibn Musa al-Amawy, Nu’aim Ibn Hammad
al-Khuza’y, Ahmad Ibn Hanbal, Ishaq Ibn Rahawaih, Usman Ibn Abi Syaibah.
Hadis Pada masa Pentakhrijan Masa
pentakhrijan adalah pada abad ke-7H, karena pada abad ke-7H pusat pemerintahan
islam telah berpindah ke Mesir dan India setelah bagdad di hancurkan oleh
hulagu khan yang di maksud
dengan pentakhrijan atau tahrijul-hadis adalah penelitian, penelusuran, atau
pencarian hadis dari beberapa kitab. Orang yang melakukan pentahrijan disebut
mukharrij.
Tujuan pentahrijan antara lain untuk menelusuri :
a. Letak suatu
hadist dalam kitab yang menjadi sumber
b. Rangkaian sanad
atau para periwayat hadist
c. Versi matan
yang boleh jadi berbeda antar kitab kitab sumber hadist
d. Kualitas suatu
hadist apkah shahih, hasan, daif, dan sebagainya.
Diantara karya takhrij yang pertama muncul adalah karya khatib al
baghdadi ,kitab takhrij al fawa’id al
muntakhabah karya abu al qosim al khusaini, kitab Takhrij Ahadis Al-Muhazzab
karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'
KESIMPULAN
Periode kedua sejarah perkembangan hadist adalah masa sahabat,
khususnya adalah Khulafa’ al Rasyidin (Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khathab,
Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Sehingga masa ini dikenal dangan
zaman Al-Tasabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah. Adapun hadits pada masa tabi’in
terdapat pusat – pusat pembinaan hadits antara lain: Madinah al-Munawarah,
Makkah al-Mukarramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Magrib dan Andalas, Yaman
dan Khurasan. Sedangkan tokoh – tokohnya: Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar, Anas
ibn Malik, Aisyah(istri nabi), Abdullah ibn Abbas, Jabir ibn Abdillah, Abu Sa’id
al-Khudzri. Sedangkan dari kalangan tabi’in besar, tokoh – tokohnya: Madinah
yaitu Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Haris ibn Hisyam, Salim ibn Abdullah ibn
Umar, Sulaiman ibn Yassar. Makkah yaitu Ikrimah, Muhammad ibn Muslim, Abu
Zubair. Kufah yaitu Ibrahim an-Nakha’I, Alqamah. Basrah yaitu Muhammad ibn
Sirin, Qatadah. Syam yaitu Umar ibn Abdul Aziz. Mesir yaitu Yazid ibn Habib.
Yaman yaitu Thaus ibn Kaisan al-Yamani.
Keadaan hadits pada masa tabi’in ini sempat memunculkan beberapa
pengaruh yaitu terpecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok ( Khawarij,
Syi’ah, Mu’awiyah dan golongan mayoritas yang tidak masuk kedalam ketiga
kelompok tersebut). Pengaruh negatif, ialah munculnya hadits palsu (maudhu’)
yang mendukung kepentingan politik masing – masing kelompok dan menjatuhkan
posisi lawan. Dan pengaruh positif adalah lahirnya rencana dan usaha yang
mendorong diadakannya kodofikasi atau tadwin hadits.
DAFTAR PUSTAKA
-Prof. Dr. H. Moh. Matsna HS, MA. Al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah
Kelas 10.2014. Semarang
-Dr.H.Abdul Majid Khon, M.Ag. Ulumul Hadis. 2010. Jakarta.
-http://spasi-spasiasha.blogspot.com/2012/03/makalah-sejarah-perkembangan-hadist.html
-http://diinnyyyyyyyaq.blogspot.com/2013/09/makalah-sejarah-perkembangan-hadits.html
-http://diinnyyyyyyyaq.blogspot.com/2013/09/makalah-sejarah-perkembangan-hadits.html
0 komentar