KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul “Sejarah Penulisan Hadis”. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada Bapak yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan karya ilmiah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya ilmiah ini. Karena itu kami berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

PENDAHULUAN
Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam memiliki sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra-kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat, dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-2 H.
Perkembangan hadits pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadits. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash al-Qur'an dengan hadits. Selain itu, juga disebabkan fokus Nabi pada para sahabat yang bisa menulis untuk menulis al-Qur'an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa Tabi'in Besar. Bahkan Khalifah Umar ibn Khattab sangat menentang penulisan hadits, begitu juga dengan Khalifah yang lain. Periodisasi penulisan dan pembukuan hadits secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik-turunnya perkembangan hadits, tak dapat dinafikan bahwa sejarah perkembangan hadits memberikan pengaruh yang besar dalam sejarah peradaban Islam.



BAB I
PEMBAHASAN
A.  Periode I
A.1. Hadits Pada Masa Rasulullah SAW (dari 13 SM - 11 H) atau (610 M-632 M)
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakan-nya dengan masa lainnya. Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis dari Rasul SAW sebagai 'sumber hadis. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang dapat menghambat atau mempersulit pertemuannya.
Allah menurunkan al-Quran dan mengutus Nabi Muham­mad SAW sebagai utusan-Nya adalah sebuah paket yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dan apa-apa yang disampaikannya juga merupakan wahyu. Allah berfirman dalam menggambarkan kondisi utusan-Nya tersebut.
Artinya : tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang dwahyukan (kepadanya). (QS Al-Najm (53): 3-4).
Oleh karena itu, tempat-tempat pertemuan di antara kedua belah pihak sangatlah terbuka dalam banyak kesempatan. Ternpat yang biasa digunakan Rasul SAW cukup bervariasi, seperti di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan (safar) dan ketika muqim (berada di rumah).2
Melalui tempat-tempat tersebut Rasul SAW menyampai-kan hadis, yang terkadang disampaikannya melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui musyafahah), dan terka­dang melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikannya oleh mereka (melalui musydhadah).
Menurut riwayat Bukhari, Ibnu Mas'ud pernah bercerita bahwa untuk tidak melahirkan rasa jenuh di kalangan sahabat, Rasul SAW menyampaikan hadisnya dengan berbagai cara, se-hingga membuat para sahabat selalu ingin mengikuti pengaji-annya.
A.2. Cara Rasulullah Menyampaikan Hadits
Ada beberapa cara Rasul SAW menyampaikan hadis ke-pada para sahabat, yaitu:
a.    Pertama, melalui para jama'ah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-'Ilmi. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis, sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi SAW.Para sahabat begitu antusias untuk tetap bisa mengikuti ke­giatan di majlis ini, ini ditunjukkannya dengan banyak upaya. Terkadang di antara mereka bergantian hadir, seperti yang dilaku-kan oleh Umar ibn Khattab. la sewaktu-waktu bergantian hadir dengan Ibnu Zaid (dari bani Umayah) untuk menghadiri majlis ini, ketika ia berhalangan hadir. la berkata: "Kalau hari ini aku yang turun atau pergi, pada hari lainnya ia yang pergi, demikian aku melakukannya."3 Terkadang kepala-kepala suku yang jauh dari Madinah mengirim utusannya ke majlis ini, untuk kemudi-an mengajarkannya kepada suku mereka sekembalinya dari sini.
b.    Kedua, dalam banyak kesempatan Rasul SAW juga me-nyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemu-dian disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terka-dang ketika ia mewiirudkan hadis, para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, baik karena disengaja oleh Rasul SAW sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu orang, seperti hadis-hadis yang ditulis oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-'Ash. Untuk hal-hal yang sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama yang menyang-kut hubungan suami isteri), ia sampaikan melalui istri-istrinya. Begitu juga sikap para sahabat, jika ada hal-hal yang berkaitan dengan soal di atas, karena segan bertanya kepada Rasul SAW, seringkali ditanyakan melalui istri-istrinya.
c.    Ketiga, cara lain yang dilakukan Rasul SAW adalah mela­lui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada' danfutuh Makkah.

B.  Periode II
B.1. Masa Khulafa Ar Rasyidin -Masa Membatasi Riwayat (11-40H)
Periode kedua sejarah perkembangan hadis, adalah masa sahabat, khususnya masa Khulafd' Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar.
Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran al-Quran, maka periwa-yatan hadis belum begitu berkembang, dan kelihatannya ber-usaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama anggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan Periwayatan (al-tasabbut wa al-iqlal min al-riwayah).
B.3. Hadits di Masa Abu Bakar dan Umar
Para sahabat sesudah Rasul wafat tidak lagi berdiam di kota madinah. Maka penduduk kota-kota lain pun mulai menerima hadist. Para tabi’in mempelajari hadist dari para sahabat Dengan demikian mulailah berkembang riwayat dalam kalangan tabi'in.
Dalam pada itu, riwayat hadits di permulaan masa sahabat itu, masih terbatas sekali. Disampaikan kepada yang memerlukan saja dan bila pcrlu saja, belum bersifat pelajaran.
Perkembangan hadits dan membanyakkan riwayatnya, terjadi scsudah masa Abu Bakr dan 'Umar, yaitu masa 'Utsman dan 'Ali.
Dalam masa khalifah-khalifah Abu Bakr dan 'Umar, periwayatan hadits belum lagi diluaskan. Beliau-beliau ini mengerahkan minat ummat (sahabat) untuk menyebarkan Al Qur'an dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat-riwayat itu.
B.3. Cara-cara Para Sahabat Meriwayatkan Hadits
Cara sahabat-sahabat Nabi meriwayatkan hadits ada dua :
a.    Adakala dengan lafal asli, yakni menurut lafal yang mereka terima dari Nabi yang mereka hafal benar lafal dari Nabi itu.
b.    Adakala dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan lafalnya, karena mereka tidak hafal lafalnya yang asli lagi dari Nabi SAW.
Memang mereka meriwayatkan hadits adakala dengan maknanya saja.Yang penting dari hadits ialah isi. Bahasa dan lafal, boleh disusun dengan kata-kata lain, asal isinya telah ada dan sama.
B.4. Hadits Di Masa Utsman dan Ali         
Di ketika kendali pemerintahan dipegang oleh 'Utsman r.a. dan dibuka pintu perlawatan kepada para sahabat serta ummat mulai mcmcrlukan sahabat, istimewa sahabat-sahabat kecil, bergeraklah sahabat-sahabat kecil mengumpulkan hadits dari sahabat-sahabat besar dan mulailah mereka meninggalkan tempat untuk mencari hadits.


C.  Periode III
C.1. Masa Sahabat Kecil dan Tabi'in Besar (41 H-akhir abad 1 H) (Masa Berkembang dan Meluas Periwayatan Hadits)
Sesudah masa 'Utsman dan 'Ali timbullah usaha yang lebih serius untuk mencari dan menghafal hadits serta menyebarkannya ke dalam masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-pcrlawatan untuk mencari hadits.
Pada tahun 17 H tentara Islam mengalahkan Syria dan Iraq. Pada tahun 20 H mengalahkan Mesir. Pada tahun 21 H mengalahkan Persia. Pada tahun 56 H tentara Islam sampai di Samarkand. Pada tahun 93 H tentara Islam menaklukkan Spanyol.
Para sahabat berpindah ke tempat-tempat itu. Karenanya kola-kola itu merupakan perguruan tempat mengajarkan Al Qur'an dan Al Hadits, tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi'in hadits.
C.2. Tokoh-tokoh Hadits Dalam Kalangan Tabi'in
Di antara tokoh-tokoh tabi'in yang masyhur dalam bidang riwayat:
a.       Di Madinah.
1)   Said (93),
2)   'Urwah (94),
3)   Abu Bakr ibn Abdu Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam (94),
4)   Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah, Salim ibn Abdullah ibn Umar,
5)   Sulaiman ibn Yassar,
6)   Al Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakr,
7)   NaiT,
8)   Az Zuhry,
9)   Abul Zinad,
10)                   Kharijah ibn Abu Salamah ibn Abdir Rih«an ibn Auf.           
b.      DiMakkah.                                                    
1)   Ikrimah,
2)   Atha ibn Abi Rabah,
3)   Abul Zubair
4)   Muhammad ibn Muslim.
c.       Di Kufah.
1)   Asy Sya'by
2)   Ibrahim An Nakha'y
3)   'Alqamah An Nakha'y
d.      Di Bashrah.
1)   Al Hasan
2)   Muhammad ibn Sirin
3)   Qatadah
e.       Di Syam.
1)   'Umar ibn Abdil Aziz
2)   Qabishah ibn Dzuaib
3)   Makhul Ka'bul Akbar.
f.       Di Mesir.
1)   Abul Khair Martsad ibn Abdullah Al Yaziny
2)   Yazid ibn Habib.
g.      Di Yaman.
1)   Thaus ibn Kaisan Al Yamany
2)   Wahab ibn Munabbih.

D.  Periode IV (Abad 2 Hijriyah)
Periode ini, disebut: Masa Penulisan dan Pendewanan/Pembukuan Hadits. Periode keempat ini, dimulai pada masa Pemerintahan Amawiyah kedua (mulai Khalifah Umar bin Abdul Aziz) sampai akhir Hijry (menjelang akhir masa dinasti Abbasiyah angkatan per­tama ).
D.1. Permulaan Zaman Pembukuan Hadits
Sudah dapat difahamkan bahwa dalam abad pertama Hijrah dari zaman Rasul, masa Khulafa Rasyidin dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama Hijrah, hadits-hadits itu berpindah dari mulut ke mulut. Masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hafalannya.
Pada masa itu mereka belum terdorong untuk membukukannya. Hafalan mereka terkenal kuat. Diakui sejarah kekuatan hafalan para sahabat dan tabi'in itu.
Di kala kendali khalifah dipegang oleh 'Umar ibn Abdil Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 H seorang khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan wara', sehingga beliau dipandang sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits. Beliaju sadar bahwa para perawi yang membendaharakan hadits dalam kepalanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan dikumpulkan dalam buku-buku (dewan-dewan) hadits dari para perawinya, mungkinlah hadits-hadits itu akan lenyap dari permukaan bumi dibawa bersama oleh para penghafalnya ke alam barzakh.
Untuk menghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 1OO H khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr ibn Muhammad ibn Amer ibn Haunin (120 H)' yang menjadi guru Ma'mar, Al Laits, Al Auza'y, Malik, Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Dzi'bin supaya membukukan hadits Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, Amrah binti Abdir Rahman ibn Sa'ad ibn Zurarah ibn 'Ades, seorang ahli fiqih, murid 'Aisyah ra. (20 H = 642 M - 98 H = 716 M atau 106 H = 724 M), dan hadits-hadits yang ada pada Al Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr Ash Shiddieq (107 H = 725 M), seorang pemuka tabi'y dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.2 'Umar ibn Abdil Aziz menulis kepada Abu Bakr ibn Hazm, bunyinya:
"Lihat dan periksalah apa yang dapat diperoleh dan hadits Rasul, lain tulislah karena aku takut akan lenyap iltnu disebabkan meninggalnva ulama dan jangan anda terima selain dari hadits Rasul SAW. dan hendaklah anda tebarkan ilmu dan rnengadakan majlis-majlis ilrnu supaya orang yang tidak mengetahui dapat mengetahuinya, lantaran tidak lenyap iltnu hingga dijadikannya barang rahasia."
Di samping itu 'Umar mengirimkan surat-suratnya kepada gubcrnur ke serata wilayah yang di bawah kekuasannya supaya berusaha membukukan hadits yang ada pada ulama yang diam di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadits atas kemauan khalifah itu, ialah: Abu Dakar Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah ibn Syihab az Zuhry, seorang tabi'y yang ahli dalam urusan fiqih dan hadits. '
Beliau, guru Malik, Al Auza'y, Ma'mar, Al La'its, Ibnu Ishaq, Ibnu Abi Dzibin.
Inilah ulama besar yang mula-mula membukukan hadits atas anjuran khalifah.
Kitab hadits yang ditulis oleh Ibnu Hazm yang merupakan kitab hadits yang pertama yang ditulis atas perintah Kepala Negara tidak sampai kepada kita, tidak terpelihara dengan semestinya.
Dan kitab itu tidak membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah. Membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah itu, dilakukan oleh Al Imam Muhammad ibn Muslim ibn Syihah Az Zuhry. Yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadits di masanya.
Kemudian dari itu berlomba-lombalah para ulama besar membukukan hadits atas anjuran Abu Abbas As Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah Abbasiyah.
Akan tetapi tak dapat diketahui lagi, yang mula-mula membukukan hadits sesudah Az Zuhry itu, karena ulama-ulama tersebut yang datang sesudah Az Zuhry seluruhnya semasa.
Para pengumpul pertama hadits yang tercatat sejarah adalah;
a.    Di kota Makkah, Ibnu Juraij (80 H = 669 M - 150 H 767 V).
b.    Di kota Madinah, Ibnu Ishaq (.... H = 151 M .... H = 768 M) Atau Ibnu Abi Dzi'bin. Atau Malik ibn Anas (93 H = 703 M - 179 H = 798 M).
c.    Di kota Bashrah, Al Rabi' ibn Shabih (... H =... M -160 H = 777 M). Atau Hammad ibn Salamah (176 H). Atau Sa'id ibn Abi Arubah (156 H = 773 M).    &*&^     r   '&
d.   Di kufah ,SufyanAtsTsaury(l6\}\).
e.    Di Syam, AlAuia'y (156 H).
f.     Di Wasith, HusyaimAl Wasithy (104 H = 772 M -188 H = 804 M).
g.    Di Yaman, Ma'marAl Azdy (95 H = 753 M - 153 H = 770 M).
h.    Di Rei, Jarir Al Dlabby (110H = 728M-188H = 804M)      
i.      Di Khurasan, IbnMubarak(118 = 735 M - 181 H = 797 M).
j.      Di Mesir, Al Laits ibn Sa'ad (175 H).                                               
Semua ulama besar yang membukukan hadits ini, terdiri dari ahli-ahli abad yang kedua Hijrah.
Kita menyayangkan kitab Az Zuhry dan Ibnu Juraij itu tidak diketahui sekarang ini Kitab yang paling tua yang ada di tangan ummat Islam dewasa ini, ialah Al Muwaththa1 susunan Imam Malik r.a. yang disuruh susun oleh khalifah Al Manshur di ketika dia pergi naik haji pada tahun 144 H (143 H).
As Sayuthy berkata dalam kitab Tarikhul Khulafa: "Dalam tahun 143 H ulama-ulama Islam mulai membukukan hadits, fiqih dan tafsir.
a.    Di Makkah, Ibnu Juraij.
b.    Di Madinah, Imam Malik.
c.    Di Syam, Al Auza'y (88 H = 707 M - 157 H = 773 M).
d.   Di Bashrah, Ibnu Abi Arubah (156 H = 733 M), dan Hammad (167 H = 789 M).
e.    Di Yaman, Ma'mar Al-Azdy. Di Kufah, Sufyan Ats Tsaury.
Ibnu Ishaq menyusun kitab Al Maghazi wal Sujar (hadits-hadits yang mengenai Sirah Rasul SAW.) dan Abu Hanifah menyusun kitab fiqih. Kitab Al Maghazi ini adalah dasar pokok bagi kitab,-kitab Sirah Nabi.
D.2. Penulisan dan Pembukuan Hadits pada Abad 3
Abad III H merupakan abad di dalam periode kelima. Di mana, pada periode ini merupakan periode pemurnian, penyehatan, dan penyempurnaan (ashr al-tajrid wa al-tashhih wa al-tanqih) yang berlangsung antara awal abad ke-3 sampai akhir abad ke-5 Hijriyah. Atau tepatnya, saat Dinasti Abbasiyah dipegang oleh khalifah al-Makmun sampai al-Mu’tadir. Pada awal abad III H, adalah masa dimulainya pembukuan hadits yang semata-mata hadits saja, tidak dicampuri dengan fatwa sahabat dan fatwa Tabi’in. Akan tetapi mereka tidak memisahkan hadits-hadits yakni mencampurkan hadits sahih dengan hadits hasan dan dengan hadits dha’if. Segala hadits yang mereka terima, mereka bukukan dengan tidak menerangkan kesahihannya, atau kehasanannya, atau kedha’ifannya. Mereka menyusun kitab-kitab hadits berdasarkan nama-nama orang yang pertama meriwayatkan hadits itu (Musnad) yaitu Abdullah Ibn Musa al-Abasy al-Kufy, Musaddad Ibn Musarhad al-Bashry, As’ad Ibn Musa al-Amawy, Nu’aim Ibn Hammad al-Khuza’y, Ahmad Ibn Hanbal, Ishaq Ibn Rahawaih, Usman Ibn Abi Syaibah.
Hadis Pada masa Pentakhrijan Masa pentakhrijan adalah pada abad ke-7H, karena pada abad ke-7H pusat pemerintahan islam telah berpindah ke Mesir dan India setelah bagdad di hancurkan oleh hulagu khan yang di maksud dengan pentakhrijan atau tahrijul-hadis adalah penelitian, penelusuran, atau pencarian hadis dari beberapa kitab. Orang yang melakukan pentahrijan disebut mukharrij.
Tujuan pentahrijan antara lain untuk  menelusuri :
a.    Letak suatu hadist dalam kitab yang menjadi sumber
b.    Rangkaian sanad atau para periwayat hadist
c.    Versi matan yang boleh jadi berbeda antar kitab kitab sumber hadist
d.   Kualitas suatu hadist apkah shahih, hasan, daif, dan sebagainya.
Diantara karya takhrij yang pertama muncul adalah karya khatib al baghdadi ,kitab takhrij  al fawa’id al muntakhabah karya abu al qosim al khusaini, kitab Takhrij Ahadis Al-Muhazzab karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi'

KESIMPULAN
Periode kedua sejarah perkembangan hadist adalah masa sahabat, khususnya adalah Khulafa’ al Rasyidin (Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khathab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib). Sehingga masa ini dikenal dangan zaman Al-Tasabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah. Adapun hadits pada masa tabi’in terdapat pusat – pusat pembinaan hadits antara lain: Madinah al-Munawarah, Makkah al-Mukarramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Magrib dan Andalas, Yaman dan Khurasan. Sedangkan tokoh – tokohnya: Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar, Anas ibn Malik, Aisyah(istri nabi), Abdullah ibn Abbas, Jabir ibn Abdillah, Abu Sa’id al-Khudzri. Sedangkan dari kalangan tabi’in besar, tokoh – tokohnya: Madinah yaitu Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn al-Haris ibn Hisyam, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Sulaiman ibn Yassar. Makkah yaitu Ikrimah, Muhammad ibn Muslim, Abu Zubair. Kufah yaitu Ibrahim an-Nakha’I, Alqamah. Basrah yaitu Muhammad ibn Sirin, Qatadah. Syam yaitu Umar ibn Abdul Aziz. Mesir yaitu Yazid ibn Habib. Yaman yaitu Thaus ibn Kaisan al-Yamani.
Keadaan hadits pada masa tabi’in ini sempat memunculkan beberapa pengaruh yaitu terpecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok ( Khawarij, Syi’ah, Mu’awiyah dan golongan mayoritas yang tidak masuk kedalam ketiga kelompok tersebut). Pengaruh  negatif, ialah  munculnya hadits palsu (maudhu’) yang mendukung kepentingan politik masing – masing kelompok dan menjatuhkan posisi lawan. Dan pengaruh positif adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodofikasi atau tadwin hadits.

DAFTAR PUSTAKA

-Prof. Dr. H. Moh. Matsna HS, MA. Al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah Kelas 10.2014. Semarang
-Dr.H.Abdul Majid Khon, M.Ag. Ulumul Hadis. 2010. Jakarta.
-http://spasi-spasiasha.blogspot.com/2012/03/makalah-sejarah-perkembangan-hadist.html
-http://diinnyyyyyyyaq.blogspot.com/2013/09/makalah-sejarah-perkembangan-hadits.html

Diposting oleh Unknown on Senin, 23 Februari 2015
categories: edit post

0 komentar

Posting Komentar

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Followers

About

About

Blogroll

Album kenangan yang tak terlupakan

Blogger news

Blogger news

Copyright Text

Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Blog templatesFree Web Templates