BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang
Saat ini sering kita dengar akan seseorang yang sangat bangga dan begitu mengagungkan otak dan IQnya.Kemampuannya dalam berfikir menjadi yang pertama sedangkan potensi diri yang lain dinomor duakan.Pola pikir yang demikian memproduksi seseorang yang cerdas tetapi sikap dan perilakunya sangat memprihatinkan.Banyak orang yang berhasil dalam akademiknya tetapi gagal saat turun ke lapangan karena sosialisasinya yang buruk.Hal tiu terjadi karena tidak adanya kesatuan antara otak dan hati.Dimana otak tidak akan bekerja maksimal tanpa hati dan sebaliknya.

Dari apa yang telah dipaparkan di atas ternyata terbukti bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh IQ (Intelektual Quotient) melainkan perlu adanya EQ (Emotional quotient) dan SQ (Spiritual Quotient).Jadi, tidak bisa dikatakan bahwa IQlah yang harus dikedepankan dengan mengabaikan EQ dan SQ, tetapi ketiga kecerdasan tersebut haruslah seimbang dalam diri seorang manusia.


Rumusan masalah
Bagaimana pandangan Islam terhadap IQ?
Bagaimana pandangan Islam terhadap EQ?
Bagaimana pandangan Islam terhadap SQ?
Apakah Islam juga memandang akan perlu adanya keseimbangan antara ketiganya?
Apakah yang harus didahulukan, IQ-EQ-SQ atau sebaliknya?

Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini tidak lain adalah memberi wawasan kepada para pembaca tentang bagaimana pandangan Islam mengenai IQ, EQ dan SQ.

BAB II PEMBAHASAN

A. KECERDASAN INTELEKTUAL (IQ)
Kecerdasan Intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio, yaitu kecerdasan untuk menerima, menyimpan, dan mengolah informasi menjadi sebuah fakta.IQ juga merupakan kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas akal yang berpusat di otak.
Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak akan ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan, diolah dan diinformasikan kembali pada saat dibutuhkan.Proses dalam menerima, menyimpan dan mengolah kembali informasi, (baik informasi yang didapat lewat pendengaran, penglihatan atau penciuman) biasa disebut ‘’berfikir’’.Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan/khazanah otak manusia.Otak manusia adalah alam semesta mini karena di dalam otak terdapat lapisan-lapisan yang terus berkembang dan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman.Pada dasarnya inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak.Otak termasuk organ luar biasa dalam diri kita.Beratnya hanya sekitar 1.5 kg atau kurang lebih 5% dari total berat badan kita.Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30% seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh.Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan, seperti berfikir.Segala sesuatu yang yang manusia pikirkan tidak hanya dirinya sendiri, melainkan orang-orang disekitarnya dan alam semesta.
Dengan daya pikirnya, manusia berusaha mensejahterakan diri dan kualitas kehidupannya.Pentingnya menggunakan akal sangat dianjurkan oleh Islam.Tidak terhitung banyaknya ayat-ayat Al-Quran dan Hadist Rasulullah SAW yang mendorong manusia untuk selalu berfikir.Manusia tidak hanya disuruh memikirkan dirinya, tetapi juga dipanggil untuk memikirkan alam jagad raya.Dalam konteks Islam, memikirkan alam semesta akan mengantarkan manusia kepada kesadaran akan keMahakuasaan Sang Pencipta (Allah SWT).
Dari pemahaman inilah tumbuh tauhid yang murni, ‘’Agama adalah akal, tak ada agama bagi orang-orang yang tidak berakal’’.Beberapa ayat yang menjadi bukti bahwa Allah sangat menuntut manusia untuk terus berpikir:
Firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah 164
mendorong manusia untuk memikirkan kejadian langit dan bumi, pergantian malam dengan siang dan betapa air hujan mengubah tanah yang tandus menjadi hijau kembali.
Firman-Nya dalam QS. Ar-Ra’du 4
mengajak manusia untuk merenungkan betapa variatifnya bentuk, rasa dan warna tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, padahal berasal dari tanah yang sama.
Firman-Nya dalam QS. An-Nahlu 12
Menghimbau orang yang berfikir untuk memikrkan pergantian malam dengan siang dan perjalan planet-planet yang kesemuanya itu bergerak dengan aturan Allah.
Firman-Nya dalam QS. Ar-Rum 24 mengajak manusia untuk memikirkan proses turunnya hujan dan manfaat air hujan bagi kehidupan di muka bumi.
Teori ‘Big Bang’ disebut Al-Quran dalam QS. Al Anbiya 30
Teori Nebula (1C: milyar galaksi) dalam Ar-Rahman 38
Thawaf alam semesta dalam QS. Al-Isra 44
Black hole dengan gravitasinya yang sangat kuat, menjangkar dan menarik seluruh planet agar tetap pada orbitnya, dalam QS. Yasin 38-40.

B. KECERDASAN EMOSIONAL (EQ)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi.EQ dapat juga dikatakan sebagai kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi.
Seseorang yang memiliki EQ yang baik, baginya informasi tidak hanya didapat lewat panca indera semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati.Malahan sumber informasi yang disebut terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca indera.Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan ‘menjinakkan’ emosi dan mengarahkannya kepada hal-hal yang lebih positif.Orang yang EQnya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat.Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya.Kenyataannya orang yang EQnya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik, tidak lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat.Disamping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang kejujuran, visi, kreatifitas, ketahanan mental, kebijaksanaan dan penguasaan diri.
Oleh karena itu EQ mengajarkan manusia dalam bersikap :
terhadap dirinya (intra personal) seperi self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri)
memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik.

Dlam bahasa agama, EQ adalah keahlian menjalin “hablun min al-nass”.Pusat dari EQ adalah “qalbu”.Hati mengaktifkan nilai-nilai yang tidak dapat diketahui oleh otak.Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen.Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurka oleh Islam.Hati ynag tidak tercemarlah yang dapat memancarkan EQ dengan baik.Diantara hal yang yang dapat merusak hati adalah dosa.Oleh karena itu ayat-ayat Al-Quran dan Hadist Rasulullah Saw banyak bicara tentang kesucian hati.Ayat-ayat Al-Quran dan hadist tersebut:
Firman-Nya dalam QS. Al-A’raf 179 

menyatakan bahwa orang yang hatinya tidak dapat berfungsi sebagaimna mestinya disebabkan kotor, disamakan dengan binatang, malahan lebih hina lagi.
Firman-Nya dalam QS. Al-Hajj 46

menegaskan bahwa orang yang tidak mengambil pelajaran dari perjalanan hidupnya di muka bumi, adalah orang yang buta hatinya.
Firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah 74

menegaskan bahwa orang yang hatinya tidak disinari dengan petunjuk Allah SWT diumpamakan lebih keras dari batu.
Firman-Nya dalam QS. Al-Fushilat 5

menyatakan adanya pengakuan dari orang yang tidak mengindahkan petunjuk agama bahwa hati mereka tertutup dan telinga mereka tersumbat.
Hadist Rasulullah SAW

menyatakan bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, bila ia baik baiklah seluruh tubuh, dan bila ia rusak, rusak pulalah seluruh tubuh.Segumpal daging itu adalah hati.

Hadist Rasulullah SAW

menyatakan bahwa bila manusia berbuat dosa tumbuhlah bintik-bintik hitam di hatinya.Bila dosanya bertambah, maka bertambahlah bintik-bintik hitam tersebut, yang kadang kala sampai menutup seluruh hatinya.

Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional.Antara satu dengan yang lainnya saling menentukan.Daniel Goleman menggambarkan bahwa otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional.Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bias aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.Faktor kecerdasan emosional ikut serta menentukan eksistensi martabat manusia di depan Tuhan.


Upaya mendapatkan kecerdasan emosional dalam Islam sangat terkait dengan upaya memperoleh kecerdasan spiritual.Keduanya mempunyai beberapa persamaan metode dan mekanisme, yaitu keduanya menuntut latihan-latihan yang bersifat telaten dan sungguh-sungguh dengan melibatkan “kekuatan dalam” manusia.Bedanya mungkin terletak pada sarana dan proses perolehan.Aktifitas kecerdasan emosional seolah-olah masih tetap berada dalam lingkup diri manusia (sub-conciousnes), sedangkan kecerdasan spiritual sudah melibatkan unsure asing dari diri manusia (supra-conciousnes).

C. KECERDASAN SPIRITUAL (SQ)

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah- langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif dan ikhlas.


SQ adalah suara hati Ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat . Kalau EQ berpusat di hati, maka SQ berpusat pada "hati nurani" (Fuad/dhamir). Kebenaran suara hati nurani tidak perlu diragukan Sejak awal kejadiannya, "hati nurani" telah tunduk kepada perjanjian ketuhanan " Bukankah Aku ini Tuhanmu ?" Mereka menjawab :" Betul (Engkau Tuhan kami ), kami bersaksi "( al-A'raaf,7:172 ). Di samping itu, secara eksplisit Allah SWT menyatakan bahwa penciptaan Fuad/ al-Af’idah selaku komponen utama manusia terjadi pada saat manusia masih dalam rahim ibunya (al-Sajadah,32:9). Tentunya ada makna yang tersirat di balik informasi Allah tentang saat penciptaan hati nurani karena Sang Pencipta tidak memberikan informasi yang sama tentang waktu penciptaan akal dan qalbu. Isyarat yang dapat ditangkap dari perbedaan tersebut adalah bahwa kebenaran suara hati nurani jauh melampaui kebenaran suara akal dan qalbu . Agar SQ dapat bekerja optimal, maka "Fuad" harus sesering mungkin diaktifkan. Manusia dipanggil untuk setiap saat berkomunikasi dengan hati nuraninya Untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, tanya dulu pendapat fuad/dhamir(hati nurani). Dengan cara demikian maka daya kerja SQ akan optimal, sehingga dapat memandu pola hidup seseorang. Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dengan sabda beliau “sal dhamiruka” (tanya hati nuranimu). Fuad ibarat battery, yang kalau jarang dipakai maka daya kerjanya akan lemah, malah mungkin tidak dapat bekerja sama sekali.


Dalam kaitan ini lah, agama menyeru manusia agar mengagungkan Allah, membersihkan pakaian dan meninggalkan perbuatan dosa. (al-Mudatstir, 74:1-5) Semuanya itu diperintahkan dalam kerangka optimalisasi daya kerja fuad / mempertinggi SQ seseorang. Mengacu kepada paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap SQ. Tinggal lagi bagaimana manusia memelihara SQ-nya agar dapat berfungsi optimal.Allah SWT menjamin kebenaran SQ , karena ia merupakan pancaran sinar Ilahiyah. (al-Najmu, 53:11). Penegasan al-Qur'an ini menunjukkan bahwa SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi.


Selain itu, kecerdasan spiritual (SQ) berkaitan langsung dengan unsur ketiga manusia yaitu roh.Keberadaan roh dalam diri manusia merupakan intervensi langsung Allah Swt tanpa melibatkan pihak-pihak lain, sebagaimana halnya proses penciptaan lainnya. Hal ini dapat dipahami melalui penggunaan redaksional ayat sebagai berikut:


“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (Q.S.al-Hijr/15:29)


“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya". (Q.S.Shad/38:72).


Kehadiran roh atau unsur ketiga pada diri seseorang memungkinkannya untuk mengakses kecerdasan spiritual. Namun, upaya untuk mencapai kecerdasan itu tidak sama bagi setiap orang. Seorang Nabi atau wali tentu lebih berpotensi untuk mendapatkan kecerdasan ini, karena ia diberikan kekhususan-kekhususan yang lebih dibanding orang-orang lainnya. Namun tidak berati manusia biasa tidak bisa mendapatkan kecerdasan ini.
Kisah menarik di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan adanya seorang anak manusia bernama Khidlir ditunjuk menjadi guru spiritual Nabi Musa. Peristiwa ini terjadi ketika Nabi Musa baru saja mencapai kemenangan dengan tenggelamnya Raja Fir’an ke dasar laut. Seseorang datang bertanya kepada Nabi Musa, apakah masih ada orang yang lebih hebat dari anda? Secara spontanitas Nabi Musa menjawab tidak ada. Seketika itu Allah Swt memerintahkan Nabi Musa untuk berguru kepada seseorang, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Kahfi/17:65 sebagai berikut:

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.

Ketika Nabi Musa diterima sebagai murid dengan persyaratan Musa harus bersabar dan tidak diperkenangkan untuk bertanya secara logika, maka setelah keduanya tiba di suatu tempat, ditemukan sejumlah perahu nelayang yang ditambatkan di pantai. Sang guru lalu melubangi satu demi satu perahu itu. Nabi musa tergoda untuk bertanya, apa arti perbuatan gurunya, bukankah perahu nelayan ini satusatunya alat mata pencaharian nelayan miskin di desa ini? Khidlir mengingatkan perjanjian yang telah disetujui, Musa belum diperkenankan untuk bertanya, kemudian Musa minta maaf lalu keduanya melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di satu tempat, keduanya menjumpai segerombolan anak-anak kecil sedang bermain-main lau salah seorang dari anak-anak itu ditangkap lalu dibunuh oleh sang guru. Nabi Musa kembali mengintrubsi gurunya dengan mengatakan, ini apa artinya? Bukankah anak ini belum mempunyai dosa? Akhirnya Nabi Musa kembali harus meminta maaf atas kelancangannya. Setelah tiba di suatu tempat, keduanya menjumpai tembok tua yang hampir roboh, kemudian keduanya berhari-hari membangun kembali bangunan tembok tua itu. Setelah selesai dipugar, Khidlir mengajak Nabi Musa untuk meninggalkan tepat itu. Musa pun kembali bertanya, ini untuk apa semua dilakukan? Untuk yang ketiga kali ini, Nabi Musa tidak lagi dapat dianggap sabar untuk menjadi murid dan Musa pun sudah tabah untuk tidak lagi melanjutkan pelajaran kepada gurunya. Sebelum keduanya berpisah, sang guru tidak lupa menceritakan pengalaman-pengalaman yang pernah ia lakukan.
Gurunya memberikan penjelasan bahwa para pemilik perahu nelayan itu kini sedang berutang budi terhadap orang yang pernah melubangi peruhunya. Mereka bersyukur karena seandainya perahu tidak dilubangi sudah barang tentu perahu itu ikut dijarah oleh pasukan Raja dlalim yang merayakan hari ulangtahunnya di laut. Anak itu sengaja dibunuh karena Khidlir diberikan ilmu khusus dari Allah Swt bahwa anak itu kalau sudah besar akan menjadi racun di dalam masyarakatm termasuk mengkufurkan kedua orang tuanya, sementara kedua orang tua anak tersebut masih akan dikaruniai anak-anak yang shaleh. Tembok tua itu dipugar karena di bawah tembok itu tersimpan harta karun yang luar biasa besarnya, sementara pemiliknya masih dalam keadaan bayi. Tembok itu akan roboh ketika anak itu sudah besar dan sudah dapat mendayagunakan 

Kisah simbolik ini mengisyaratkan adanya tingkatan-tingkatan kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki Khidlir dapat dikategorikan kecerdasan spiritual. Sementara model kecerdasan yang ditampilkan Nabi Musa adalah kecerdasan intelektual. Kisah ini juga mengisyarakan bahwa kecerdasan spiritual tidak hanya dapat diakses oleh para Nabi tetapi manusia yang buka Nabi pun berpotensi untuk memperolehnya.
D. KESEIMBANGAN ANTARA IQ, EQ DAN SQ DALAM ISLAM


Sentuhan al-Qur'an dan al-Hadis yang begitu halus dan gamblang terhadap akal , qalbu dan fuad (hati nurani) sebagai pusat IQ , EQ dan SQ menunjukkan bahwa Islam memberikan apresiasi yang sama terhadap ketiga sistem kecerdasan tersebut. Hubungan ketiganya dapat dikatakan saling membutuhkan dan melengkapi . Namun kalau akan dibedakan , maka SQ merupakan "Prima Causa " dari IQ dan EQ. SQ mengajarkan interaksi manusia dengan al-Khalik , sementara IQ dan EQ mengajarkan interaksi manusia dengan dirinya dan alam di sekitarnya. Tanpa ketiganya bekerja proporsional, maka manusia tidak akan dapat menggapai statusnya sebagai "Khalifah" di muka bumi. Oleh karena Islam memberikan penekanan yang sama terhadap " hablun min Allah " dan "hablun min al-naas ", maka dapat diyakini bahwa keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Jika selama ini orang Islam sadar atau tidak, turut mengagungkan dan memberi penekanan terhadap pendidikan akal dengan mengenyampingkan pendidikan hati dan hati nurani berarti orang Islam telah mengabaikan semangat dan ajaran agamanya. Kondisi yang tidak ideal tersebut sudah waktunya diakhiri , dengan memberikan pendidikan dan kepedulian yang sama terhadap IQ, EQ dan SQ .


E. IQ-EQ-SQ vs SQ-EQ-IQ


Apakah kecerdasan itu harus kita bangun dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan hati (EQ), hingga sampai kecerdasan ruh(SQ)? Atau sebaliknya?

Nabi Ibrahim berkata,"Ya Tuhan kami, bangkitkan di kalangan mereka rasul dari kalangan mereka yang membacakan atas mereka ayat-ayat Engkau dan yang hikmah mengajarkan kitab dan serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". QS Al Baqoroh ayat ke 129. Keterangan: SQ, IQ, dan EQ

Allah SWT berfirman "Sebagaimana telah kami utus pada kalian seorang rasul dari kalangan kalian yang membacakan atas kalian ayat-ayat kami dan mensucikan kalian serta mengajarkan kepada kalian al-kitab dan hikmah dan mengajarkan kalian apa-apa yang kalian tidak ketahui QS Al Baqoroh ayat ke 151. Keterangan: SQ, EQ, dan IQ.
pointnya.
Nabi Ibrahim AS memproposalkan pencerdasan umat dengan metode SQ-IQ-EQ, namun dijawab Allah dengan metode: SQ-EQ-IQ.
Ada juga ayat lain QS Ali Imron ayat ke 164: "Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan hikmah, Sesungguhnya sebelum itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” SQ-EQ-IQ.
QS Al Jum’ah ayat ke 2: "Dia-lah yang membangkitkan di kalangan orang yang buta huruf seorang rasul dari mereka yang membacakan atas mereka ayat-ayat-Nya, dan mensucikan mereka, serta mengajarkan mereka kitab dan hikmah dan mereka itu sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” masih metode SQ-EQ-IQ.
Sudah semestinya kita membangun kecerdasan dengan membangun SQ terlebih dahulu, kemudian sambil terus dibangun SQ kita bangun EQ-nya, dan sambil membangun SQ dan EQ kita bangun IQ-nya.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Di dalam diri manusia terdapat tiga bentuk kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).IQ adalah kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas akal yang berpusat di otak, EQ adalah kecerdasan yang yang diperoleh melalui kreatifitas emosional yang berpusat di dalam jiwa dan SQ adalah kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas rohani yang mengambil lokus di sekitar wilayah roh.
Saran
Ketiga kecerdasan tersebut haruslah kita bangun dalam diri kita.Jangan hanya salah satunya saja yang kita miliki.IQ, EQ, SQ haruslah berjalan secara seimbang dalam diri kita.

Diposting oleh Unknown on Kamis, 22 Januari 2015
categories: edit post

0 komentar

Posting Komentar

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Followers

About

About

Blogroll

Album kenangan yang tak terlupakan

Blogger news

Blogger news

Copyright Text

Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Blog templatesFree Web Templates